Kajian Tafsir tentang Al-Qur’an sebagai ayat ruqyah
وننَزِّلُ مِنَ القرآنِ مَا هُوَ شفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّـلْمُؤْمِنِيْنَ، وَلاَ يَزيْدُ الظالِمِيْنَ إلاَّ خَساراً
“Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu
yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain
kerugian.” (QS. Al Isra’: 82)
Menurut Abu Bakar Al Jazairi, huruf MIN
(من) pada ayat di atas berfungsi sebagai penjelas (مبينة) bagi huruf
maushul ما, bukan ibtida’ atau zaidah. [Abu Bakar Jabir Al Jazairi,
Aisaru Al Tafasir Li Kalam AL ‘Aliyyi Al Kabir. Kairo: Dar Al Hadits,
2006, Juz 2, hal. 249]
Sementara itu, Muhammad Sayyid Thanthawi
mengatakan bahwa huruf MIN (من) pada ayat tersebut bukan unt tab’idh
(للتبعيض) atau menunjukkan sebagian, melainkan al jins (للجنس). Maka
makna ayat وننزل من القران di atas adalah
وننزل من هذا الجنس الذي هو قرآن ما هو شفاء
وننزل من هذا الجنس الذي هو قرآن ما هو شفاء
Dengan demikian, ayat tersebut menegaskan
bahwa semua kandungan Al Qur’an merupakan obat dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. [Muhammad Sayyid Thanthawi, Al Tafsir Al
Wasit. Kairo: Dar Al Sa’adah, 2007, Jilid 8, hal. 416.]
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya
menyebutkan adanya dua pendapat ulama tentang penyakit yang bisa
disembuhkan dengan ayat Al-Qur’an.
Pendapat pertama, bahwa Al-Qur’an itu menyembuhkan hati (القلوب) dari penyakit KEBODOHAN dan KERAGUAN.
Pendapat kedua, menyembuhkan penyakit-penyakit JASMANI dengan cara RUQYAH, ta’awwudz dan sejenisnya. [Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Al Anshari Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an. Kairo, 1940, juz 10, hal 316]
Ketahuilah kenapa RUQYAH dimasukkan dalam KITAB FIQIH ada bahasan Thib bukan masuk dalam bab IBADAH.
Karena dalam thib dalam hal ini ruqyah
memiliki unsur TAJRIBAH (hasil penelitian) yang berkembang sesuai dengan
zaman juga memiliki unsur TA’ABUDIYAH dimana ada batasan syar’i (tidak
syirik).
Kenapa Thib Ruqyah masuk dalam bab Fiqih
bukan IBADAH, sebab ada ruang untuk ijtihad dan penelitian, itulah
mengapa timbul beragam teknik pengobatan ruqyah. Sedangkan Jika masuk
dalam bab ibadah maka wajib 100% menghilangkan inovasi sebab jatuhnya
nanti bid’ah bahkan sesat.
Resikonya Thib Ruqyah dimasukkan ulama
pada kitab FIQIH maka sampe KIAMAT pasti ada perbedaan pendapat juga pro
dan kontra. Jika ada yang Tidak setuju dengan salah satu teknik
hendaknya menghargai orang yang melakukannya sebab mereka juga punya
dalil. Yang tidak boleh itu adalah berpecah belah dan saling bermusuhan
karena hanya perbedaan pendapat dalam teknik ruqyah dari hasil tajribah
yang ada sandaran ilmiyah dan syar’iyyah juga.
Saya melihat sekarang ini ada perpecahan
dikalangan peruqyah dalam memahami metode ruqyah. Ada yang mengatakan
bahwa ruqyah harus dengan ayat Al-Qur’an dan berbahasa arab dan katanya
seorang peruqyah itu harus menguasai beragam disiplin ilmu syar’i.
Sementara yang lain cara meruqyahnya memakai bahasa daerah yang tetap
memohon kesembuhan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan cara ini katanya
TIDAK SYAR’I dan DILARANG.
Benarkah demikian?
Baiklah kita kaji bersama tentang ruqyah tersebut.
Saat ini yang lagi ngetrend adalah acara
ruqyah Trans7 yang katanya paling NYUNNAH dan SYAR’IYAH, sementara yang
lain adalah SESAT dan mengandung KEMUSYRIKAN. Dan hal inilah yang
sebagian umat islam khususnya Ahlussunnah wal Jama’ah (ASWAJA) merasa
perlu mengklarifikasi terkait ruqyah.
Ruqyah secara bahasa adalah sebuah terapi
dengan membacakan jampi-jampi atau mantera-mantera. Sedangkan Ruqyah
yang katanya syar’iyah yaitu sebuah terapi dengan cara membacakan
ayat-ayat suci Al-Qur’an dan doa-doa perlindungan yang bersumber dari
sunnah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ruqyah dilakukan oleh seorang
muslim, baik untuk tujuan penjagaan dan perlindungan diri sendiri atau
orang lain, dari pengaruh buruk pandangan mata manusia dan jin (al-ain)
kesurupan, pengaruh sihir, gangguan kejiwaan, dan berbagai penyakit
fisik dan hati. Ruqyah juga bertujuan untuk melakukan terapi pengobatan
dan penyembuhan bagi orang yang terkena pengaruh, gangguan dan penyakit
tersebut.
Diantara tujuan ruqyah adalah menyembuhkan
penyakit seperti yang dilakukan shahabat Anas radliyallahu ‘anhu yang
mana beliau meruqyah Tsabit dengan ruqyah yang pernah digunakan
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam
Adzkar Nawawi hal 113
وروينا في ” صحيح البخاري ” عن أنس رضي الله
عنه، أنه قال لثابت رحمه الله: ألا أرقيك برُقْيَة رسول الله صلى الله
عليه وسلم؟ قال: بلى، قال: ” اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، مُذْهِبَ البأسِ،
اشْفِ أنْتَ الشَّافِي، لا شافِيَ إِلاَّ أَنْتَ، شِفاءً لا يُغادِرُ
سَقَماً “.
قلت: معنى لا يغادر: لا يترك، والبأس: الشدّة والمرض
قلت: معنى لا يغادر: لا يترك، والبأس: الشدّة والمرض
Diantara tujuan ruqyah lagi adalah untuk
membentengi seseorang dari bahaya sebagaimana yg dilakukan Rosulullah
sholla Allahu ‘alaihi wa sallam terhadap kedua cucunya yaitu sayyidina
Hasan dan sayyidina Husain
Al Adzkar An Nawawi hal 273
وروينا في ” صحيح البخاري ” حديث ابن عباس أن النبي (صلى الله عليه وسلم) كان يُعوِّذ الحسن والحسين: ” أُعِيذُكُمابِكَلِماتِ
اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطانٍ وَهامَّةِ وَمِنْ كُلّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ، ويقول: إنَّ أباكُما كانَ يعوّذ بهما إسماعيلَ وإسحاقَ
اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطانٍ وَهامَّةِ وَمِنْ كُلّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ، ويقول: إنَّ أباكُما كانَ يعوّذ بهما إسماعيلَ وإسحاقَ
Ruqyah adalah terapi atau pengobatan yang
sudah ada di masa JAHILIYAH. Dan ketika Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wa sallam diutus menjadi Rasulullah, maka ditetapkanlah Ruqyah yang
dibolehkan dalam Islam. Allah menurunkan surat al-Falaq dan An-Naas
salah satu fungsinya sebagai pencegahan dan terapi bagi orang beriman
yang terkena sihir.
Diriwayatkan oleh ‘Aisyah bahwa Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membaca kedua surat tersebut
dan meniupkannya pada kedua telapak tangannya, mengusapkan pada kepala
dan wajah dan anggota badannya. Dari Abu Said bahwa Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam dahulu senantiasa berlindung dari pengaruh
mata jin dan manusia, ketika turun dua surat tersebut, Beliau mengganti
dengan keduanya dan meninggalkan yang lainnya” (HR At-Tirmidzi).
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
كُنَّا فِي مَسِيرٍ لَنَا فَنَزَلْنَا فَجَاءَتْ جَارِيَةٌ فَقَالَتْ إِنَّ
سَيِّدَ الْحَيِّ سَلِيمٌ (لذيغ) وَإِنَّ نَفَرَنَا غَيْبٌ فَهَلْ
مِنْكُمْ رَاقٍ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مَا كُنَّا نَأْبُنُهُ بِرُقْيَةٍ
فَرَقَاهُ فَبَرَأَ فَأَمَرَ لَهُ بِثَلَاثِينَ شَاةً وَسَقَانَا لَبَنًا
فَلَمَّا رَجَعَ قُلْنَا لَهُ أَكُنْتَ تُحْسِنُ رُقْيَةً أَوْ كُنْتَ
تَرْقِي قَالَ لَا مَا رَقَيْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْكِتَابِ قُلْنَا لَا
تُحْدِثُوا شَيْئًا حَتَّى نَأْتِيَ أَوْ نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ ذَكَرْنَاهُ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ وَمَا كَانَ
يُدْرِيهِ أَنَّهَا رُقْيَةٌ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ رواه
البخاري ومسلم)
Dari Abu Said al-Khudri RA berkata,
“Ketika kami sedang dalam suatu perjalanan, kami singgah di suatu
tempat. Datanglah seorang wanita dan berkata, “ Sesungguhnya pemimpin
kami terkena sengatan, sedangkan sebagian kami tengah pergi. Apakah ada
di antara kalian yang biasa meruqyah?”
Maka bangunlah seorang dari kami yang
tidak diragukan kemampuannya tentang ruqyah. Dia meruqyah dan sembuh.
Kemudian dia diberi 30 ekor kambing dan kami mengambil susunya. Ketika
peruqyah itu kembali, kami bertanya,
”Apakah Anda bisa? Apakah Anda meruqyah?“
Ia berkata, ”Tidak, saya tidak meruqyah kecuali dengan Al-Fatihah.”
Kami berkata, “Jangan bicarakan apapun
kecuali setelah kita mendatangi atau bertanya pada Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam.
Ketika sampai di Madinah, kami ceritakan pada nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam Dan beliau berkata,
“Tidakkah ada yang memberitahunya bahwa
itu adalah ruqyah? Bagilah (kambing itu) dan beri saya satu bagian.” (HR
Bukhari dan Muslim)
Dari Auf bin Malik al-Asyja’i berkata,
”Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyah,
dan kami bertanya, “ Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu?”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ”Perlihatkan padaku ruqyah kalian. Tidak apa-apa dengan ruqyah
jika tidak mengandung kemusyrikan .” (HR Muslim)
Hukum Ruqyah
Para ulama berpendapat pada dasarnya ruqyah secara umum DILARANG.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqyah (mantera), tamimah
(jimat) dan tiwalah (pelet) adalah kemusyrikan.” (HR Ahmad, Abu Dawud,
Ibnu Majah dan Al-Hakim).
مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“Barangsiapa menggantungkan sesuatu, maka dirinya akan diserahkan kepadanya.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Al-Hakim)
عن عِمْرَان قَالَ: قَالَ نَبِيّ اللّهِ
-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- : يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي
سَبْعُونَ أَلْفاً بِغَيْرِ حِسَابٍ” قَالُوا: وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ
اللّهِ؟ قَالَ: “هُمُ الّذِينَ لاَ يَكْتَوُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ
وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَعَلَى رَبّهِمْ يَتَوَكّلُونَ
Dari Imran berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” Akan masuk surga dari umatku 70 ribu dengan tanpa hisab”.
Sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah ?”
Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,” Mereka adalah orang yang tidak berobat dengan kay (besi),
tidak minta diruqyah dan mereka bertawakkal pada Allah”. (HR Bukhari dan
Muslim).
Para ulama banyak membicarakan hadits ini, di antaranya yang terkait dengan ruqyah. Ulama sepakat bahwa ruqyah secara umum DILARANG, kecuali tidak ada unsur kemusyrikan.
ما توكل من استرقى
”Tidaklah bertawakkal orang yang minta diruqyah.” (HR At-Tirmidzi)
Adapun selain itu, seperti
berlindung dengan Al-Qur’an, Asma Allah Ta’ala dan ruqyah yang telah
diriwayatkan (dalam hadits), maka itu TIDAK DILARANG. Dan dalam konteks
ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang
meruqyah dengan Al-Qur’an dan mengambil upah :
من أخذ برقية باطل فقد أخذتُ برقية حق
”Orang mengambil ruqyah dengan batil, sedang saya mengambil ruqyah dengan benar. ” (HR At-Tirmidzi)
"Jadi dari penjelasan diatas dapat
dipahami bahwa meruqyah dengan ayat-ayat Al-Qur’an, Asma Allah atau
dengan do’a-do'a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak mengandung
KEMUSRIKAN meskipun tidak dengan bahasa arab itu DIBOLEHKAN."
Ruqyah Dzatiyah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
dalam berbagai kesempatan menyampaikan kepada para sahabatnya untuk
melakukan ruqyah dzatiyah, yaitu seorang mukmin melakukan penjagaan
terhadap diri sendiri dari berbagai macam gangguan jin dan sihir. Hal
ini lebih utama dari meminta diruqyah org lain. Dan pada dasarnya setiap
orang beriman dapat melakukan ruqyah dzatiyah.
Beberapa hadits di bawah adalah anjuran
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang beriman untuk
melakukan ruqyah dzatiyah
“من قرأ آية الكرسي في دبر الصلاة المكتوبة كان في ذمة الله إلى الصلاة الأخرى”
“Siapa yg membaca ayat Al-Kursi
setelah shalat wajib, maka ia dalam perlindungan Allah sampai shalat
berikutnya” (HR At-Tabrani).
عن عبد الله بن خُبَيْبٍ عن أَبيهِ قالَ:
“خَرَجْنَا في لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ وظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ
الله صلى الله عليه وسلم يُصَلّي لَنَا قالَ فأَدْرَكْتُهُ فقالَ: قُلْ.
فَلَمْ أَقُلْ شَيْئاً. ثُمّ قالَ: قُلْ فَلَمْ أَقُلْ شَيْئاً. قالَ قُلْ
فَقُلْتُ مَا أقُولُ قال قُلْ: قُلْ {هُوَ الله أَحَدٌ} وَالمُعَوّذَتَيْنِ
حِينَ تُمْسِي وتُصْبِحُ ثَلاَثَ مَرّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلّ شَيْء”.
Dari Abdullah bin Khubaib dari bapaknya berkata,
”Kami keluar di suatu malam, kondisinya
hujan dan sangat gelap, kami mencari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam untuk mengimami kami, kemudian kami mendapatkannya.”
Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ” Katakanlah”. “ Saya tidak berkata sedikit pun”.
Kemudian beliau berkata, “Katakanlah.”
“Sayapun tidak berkata sepatahpun.”
“Katakanlah, ”
Saya berkata, ”Apa yang harus saya katakan?“
Rasul bersabda, ”Katakanlah,
qulhuwallahu ahad dan al-mu’awidzatain ketika pagi dan sore tiga kali,
niscaya cukup bagimu dari setiap gangguan.” (HR Abu Dawud, At-tirmidzi
dan an-Nasa’i)
مَنْ قَرَأَ بِالْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ
“Siapa yang membaca dua ayat dari akhir surat Al-Baqarah setiap malam, maka cukuplah baginya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
مَنْ نَزَلَ مَنْزلاً ثُمَّ قالَ: أعُوذُ
بِكَلِماتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرّ مَا خَلَقَ، لَم يَضُرُّهُ
شَيْءٌ حَتى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذلكَ”.
“Siapa yang turun di suatu tempat,
kemudian berkata, ‘A’udzu bikalimaatillahit taammaati min syarri maa
khalaq’, niscaya tidak ada yang mengganggunya sampai ia pergi dari
tempat itu.” (HR Muslim)
Oleh karena itu orang beriman harus
senantiasa melakukan ruqyah dzatiyah dalam kesehariannya. Hal-hal yang
harus dilakukan dengan ruqyah dzatiyah adalah:
1. Memperbanyak dzikir dan doa yang
ma’tsur dari Nabi SAW, khususnya setiap pagi, sore dan setelah
selesai shalat wajib.
2. Membaca Al-Qur’an rutin setiap hari
3. Meningkatkan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah.
4. Menjauhi tempat-tempat maksiat
5. Mengikuti majelis ta’lim dan duduk bersama orang-orang sholeh
2. Membaca Al-Qur’an rutin setiap hari
3. Meningkatkan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah.
4. Menjauhi tempat-tempat maksiat
5. Mengikuti majelis ta’lim dan duduk bersama orang-orang sholeh
Mengambil Upah dari Ruqyah
Para ulama sepakat membolehkan mengambil
upah dari mengobati dengan cara ruqyah syar’iyah. Bahkan dalam hadits
terkenal tentang para sahabat yang meruqyah kepala suku yang terkena
bisa ular, Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “ Saya tidak bersedia meruqyah
sampai kalian memberiku upah”. Sehingga dalam kitab Shahih Al-Bukhari,
salah satunya memasukkan hadits ini dalam bab al-ijarah. Dalam ujung
hadits Abu Said Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ
“Bagilah (upah itu), dan beri aku satu bagian.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan upaya menjadikan pengobatan
ruqyah sebagai usaha rutin dan tafarrugh, maka hukumnya sama dengan
mengambil upah dari pengobatan yang lainnya. Hal ini karena pengobatan
ruqyah membutuhkan waktu yang cukup dan dilakukan secara profesional.
Begitu juga para peruqyah dituntut senantiasa meningkatkan ilmu dan
keikhlasan.
Namun demikian karena pengobatan
ruqyah adalah bagian dari fardhu kifayah dan kebutuhan ummat, maka
sebaiknya jangan dijadikan sarana komersial atau bisnis murni, demikian
halnya dengan pengurusan jenazah, khutbah, imam shalat, adzan dan iqomah, mengajarkan Al-Qur’an, bimbingan haji dan lain-lain.
Penutup
Demikian Bayan dan Panduan Ruqyah
Koordinator Sarkub Jakarta Timur dibuat untuk membentengi para kader,
anggota dan simpatisan dari berbagai macam penyimpangan syariah yang
mengatasnamakan pemurni tauhid dewasa ini.
والله أعلم بالصـواب ,وهو الموفق إلى أقوم الطريق ,والحمد لله رب العالمي
SUMBER : DR Abu Cholifa, MKub ; Asisten Eksekutor Bedah at Specialist Bedah Salafi Wahabi
No comments:
Post a Comment