''benarkah saya butuh bermahzab?'' tanyaku ketika melihat lihat berbagai tulisan yang berkeliaran didunia maya yang membahas panjang lebar tentang mahzab.
kenapa tidak langsung kesumbernya saja yaitu QUR'AN hadis. lalu datang pertanyaan susulan pada diri ''seberapa banyak ahdis dan ALQur'an yang kukuasai?'' jujur saja saya tidak begitu bahkan kalau perlu sangat tidak ada hadispun yang aku kuasai. lalu kenapa tidak belajar saja dari awal.
dan bla bla bla
Kebutuhan Bermazhab
9 April 2011 oleh
mutiarazuhud
Tambahan:
kenap saya buth mahzab: jawabanya sederhana ''untuk bisa menggali hukum langsung dari alquran dibutuhkan berbagai disiplin ilmu mulai dari mantiq, balaghah, nahwu, sorrof, nasikh, mansuk... dan berbbagai disiplin lainnya!''
belum lagi seorang mujtahid harus hafal terhadap ALQUR'AN dengan baik, dan menguasainya (baca hafal) kira-kira LIMA RATUS RIBU HADIS. agar supaya antara hadis satu dengan lainnya tidak terjadi TABRAKAN. sebab dalam hadis dan ayat juga dikenal apa yang dinamakan NASIKH MANSUKH berikut azbabul nuzulnya..''
itulah syarat minimalnya!!!????. bisakah kira-kira untuk jaman sekarangan ini.....
Sungguh hebat dan mulia mereka yang berkompeten merujuk langsung kepada Al-Qur’an dan Hadits. Bagi mereka yang belum berkompeten/berkemampuan maka tidak mengapalah mereka mengikuti imam mujtahid atau bermazhab. Bermazhab bukanlah kewajiban bagi seluruh umat muslim. Kewajiban umat muslim adalah merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Bermazhab adalah kebutuhan bagi mereka yang belum berkemampuan merujuk langsung kepada Al-Qur’an dan Hadits. Mereka yang “terpaksa” bermazhab pun pada hakikatnya adalah mengikuti manhaj salaf karena imam mazhab pada hakikatnya mengikuti manhaj salaf pula.
Namun bagi mereka yang merujuk langsung kepada Al-Qur’an dan Hadits, tidaklah cukup dengan kemampuan bahasa Arab saja
Memang Al-Qur’an diturunkan “dengan bahasa Arab yang jelas” (QS Asy Syu’ara [26]:195) namun dapat dipahami oleh kaum yang mengetahuinya. firman Allah ta’ala yang artinya, “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fushshilat [41]:3 ).
Untuk memahami Al-Qur’an dan hadits2 Nabi saw tsb secara baik dan benar, maka minimal harus mengetahui dahulu dasar2 ilmu yang berkaitan dgn hal itu. Itupun harus didukung dengan beberapa keilmuan, seperti ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu mantiq, ilmu balaghah dsb supaya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang akibatnya akan membawa kesesatan bagi pelakunya sendiri.
Pemahaman dengan metodologi “terjemahkan saja” atau memahami dengan kemampuan menterjemahkan saja bisa dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri namun jangan pernah digunakan untuk “menilai” atau menghukum saudara muslim yang lain atau bahkan kaum muslim lain. Sekarang ini dapat kita temukan ulama (ahli ilmu) yang gemar menghujat saudara muslim yang lain sebagai ahlul bid’ah, sebagian yang lain gemar pentakfiran, tahdzir ataupun mensesatkan namun kepada kenyataannya mereka belum memahami Al-Qur’an dan hadits2 Nabi saw ecara baik dan benar. Mereka itulah yang disebut dukhala ilmi atau ulama yang bukan ahlinya.
Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam pembukaan Forum Alumni Al Azhar VI, yang mengangkat tema tentang “Persatuan dalam Komunitas Ahlu Sunnah” itu memperingatkan bahwa pengkafiran dan penyesatan sesama umat Islam membuat umat ini akan terpecah-belah. Beliau juga memperingatkan agar umat tidak perlu mendengar mereka yang bukan ahli ilmu, “Tidak sepatutnya umat Islam melakukan pengkafiran dan tidak perlu mendengar dukhala ilmi (mereka yang berkecimpung dalam ilmu namun bukan ahlinya).”. Selengkapnya silahkan baca tulisan pada
https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/27/ulama-bukan-ahlinya/
Sekarang ini, semakin banyak fasilitas keilmuan, orang-orang semakin malas saja berguru langsung kepada ulama, bahkan semakin jauh saja dari para ulama. Hal itu bisa menghancurkan Islam sendiri dan akan semakin banyak menimbulkan kerusakan2 di muka bumi ini.
Kesalahpahaman-kesalahpahaman terjadi karena mereka hanya menggunakan fasilitas yg ada tanpa berguru atau bertanya langsung pada ulama. Itu termasuk musibah bagi umat Islam.
Oleh karenanya perlu kita bertanya atau meminta bimbingan dari mereka yang mengetahui sebagai mana firman Allah ta’ala yang artinya “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS An Nahl [16]:43 )
Perhatikan firman Allah ta’ala dalam (QS An Nahl [16]:43 ). Allah ta’ala mengatakan orang yang mempunyai pengetahuan bukan sebagai ulama (ahli ilmu) namun ahladz dzikri atau ahlul dzikri (ahli zikir), ulama yang selalu berdzikrullah atau ulama yang sholeh atau ulama yang ihsan atau ulama yang dapat memandang Allah Azza wa Jalla dengan hati atau hakikat keimanan.
Jadi pada hakikatnya tidak ada perbedan antara bermazhab dengan bermanhaj salaf. Kenapakah harus diperselisihkan ?
Marilah kita tegakkan Ukhuwah Islamiyah, musuh kita bersama adalah paham yang dibuat oleh orang Yahudi yakni SPILIS (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme).
Saat ini wilayah kerajaan dinasti saudi pun telah terpengaruh oleh paham pluralisme .
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor, 16830
diambil dari link : https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/09/kebutuhan-bermazhab/
No comments:
Post a Comment